Palu, - Fraksi Partai Nasdem mengajak seluruh stake holder menjadikan kasus Harga Tandan Buah Sawit (TBS) di Kecamatan Rio Pakava Kab. Donggala untuk dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam menata ulang skema investasi sawit, terutama sektor hilir. Hal itu disampaikan melalui siaran pers, Selasa (11/10/2016).
Menurut Masykur, kelompok petani sawit di Rio Pakava memutuskan ikut harga TBS di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), karena pertimbangan jarak dan akses pada pembeli.
Masykur menyebutkan, selain belum adanya kesepakatan harga bersama khusus di Wilayah Kab. Donggala, jarak tempuh pengiriman TBS pada lokasi pabrik cukup jauh sehingga memaksa petani ikut skema harga Sulbar.
Masykur mengatakan, kasus TBS Rio Pakava adalah pelajaran berharga. Ini harus jadi rujukan bersama untuk menata ulang skema rantai pasokan dan produksi industri sawit di Sulteng.
"Itu pun jika Pemerintah Provinsi (Pemrov Sulteng) cerdas menangkap gejolak situasi kebatinan di petani yang resah atas situasi ini," ujar Masykur.
Kata dia, tidak menutup kemungkinan Produk domestik Sulteng belum maksimal menyumbang pendapatan daerah karena pada titik tertentu kita membuang potensi pendapatan daerah. Perhitungan secara aglomerasi dari rantai pasokan komoditas secara teori menentukan pada pos mana kita hadir menghemat biaya dan mempercepat akselerasi pembangunan.
Sehingga, kata Masykur, kerjasama pembangunan pada daerah perbatasan provinsi seperti Rio Pakava sudah harus dirancang kerjasama kawasan, lintas desa berbasis peraturan desa untuk membangun kawasan pedesaan sebagai titik-titik pertumbuhan baru.
Lebih lanjut Masykur mengatakan, dalam waktu dekat Fraksi Nasdem akan mengundang Bappeda Provinsi untuk berdialog mengenai skema pemaksimalan nilai tambah investasi di Sulteng. (***)
Menurut Masykur, kelompok petani sawit di Rio Pakava memutuskan ikut harga TBS di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), karena pertimbangan jarak dan akses pada pembeli.
Masykur menyebutkan, selain belum adanya kesepakatan harga bersama khusus di Wilayah Kab. Donggala, jarak tempuh pengiriman TBS pada lokasi pabrik cukup jauh sehingga memaksa petani ikut skema harga Sulbar.
Masykur mengatakan, kasus TBS Rio Pakava adalah pelajaran berharga. Ini harus jadi rujukan bersama untuk menata ulang skema rantai pasokan dan produksi industri sawit di Sulteng.
"Itu pun jika Pemerintah Provinsi (Pemrov Sulteng) cerdas menangkap gejolak situasi kebatinan di petani yang resah atas situasi ini," ujar Masykur.
Kata dia, tidak menutup kemungkinan Produk domestik Sulteng belum maksimal menyumbang pendapatan daerah karena pada titik tertentu kita membuang potensi pendapatan daerah. Perhitungan secara aglomerasi dari rantai pasokan komoditas secara teori menentukan pada pos mana kita hadir menghemat biaya dan mempercepat akselerasi pembangunan.
Sehingga, kata Masykur, kerjasama pembangunan pada daerah perbatasan provinsi seperti Rio Pakava sudah harus dirancang kerjasama kawasan, lintas desa berbasis peraturan desa untuk membangun kawasan pedesaan sebagai titik-titik pertumbuhan baru.
Lebih lanjut Masykur mengatakan, dalam waktu dekat Fraksi Nasdem akan mengundang Bappeda Provinsi untuk berdialog mengenai skema pemaksimalan nilai tambah investasi di Sulteng. (***)
No comments:
Post a Comment